BPI Danantara terperangkap permasalahan independensi dalam mengelola BUMN. Selasa, 4 Februari 2025 menjadi momentum penting yaitu telah terlaksana Rapat Paripurna DPR RI yang mengesahkan RUU BUMN menjadi UU BUMN 2025. Persoalan independensi BPI Danantara terlihat dari tugas utamanya untuk melakukan pengelolaan terhadap BUMN. Akan tetapi peraturan yang mengatur mengenai kewenangan BPI Danantara untuk mengelola BUMN terlihat sangat ambigu terutama yang berkaitan dengan persoalan independensi dan tumpang tindih kewenangan.
Pandangan Umum BPI Danantara
BPI Danantara merupakan sebuah Badan yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk mengelola BUMN sebagaimana diuraikan pada Pasal 1 Angka 23 jo. Pasal 3C – 3AB UU BUMN 2025. BPI Danantara sendiri dibentuk karena ada-nya harapan agar BUMN dapat mengelola aset negara termasuk juga pengelolaan investasi dan dividen guna terjalinnya koordinasi yang lebih utuh yang bertujuan untuk memperkuat daya saing ekonomi Indonesia, efisiensi pengelolaan BUMN, serta untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi selama lima tahun ke depan
BPI Danantara bertanggung jawab untuk menghimpun dana investasi, melakukan pengelolaan dan pengoptimalan dana investasi, serta mengkonsolidasikan aset-aset yang saat ini berada di bawah Kementerian BUMN. Selain dari menghimpun dana investasi yang telah didapatkan oleh BUMN, berdasarkan Pasal 3E ayat (2) UU BUMN 2025, BPI Danantara dapat: Mengelola Dividen Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN; Menyetujui penambahan dan/atau pengurangan penyertaan modal pada BUMN yang bersumber dari pengelolaan Dividen; Menyetujui Restrukturisasi BUMN termasuk Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, dan Pemisahan; Membentuk Holding Investasi, Holding Operasional, dan BUMN; Menyetujui usulan hapus buku dan/atau hapus tagih atas aset BUMN yang diusulkan oleh Holding Investasi atau Holding Operasional; serta Mengesahkan dan mengkonsultasikan kepada DPR RI atas Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Holding Investasi dan Holding Operasional.
Ambiguitas dan Potensi Masalah dalam UU BUMN 2025
Disahkannya RUU UU BUMN menjadi UU BUMN 2025 menjadi hal tidak terelakkan dari berbagai potensi kendala teknis dan non-teknis yang berkaitan dengan simpang siur kewenangan antara BPI Danantara dengan Menteri BUMN ketika mengelola BUMN.
Wakil Menteri Keuangan RI, Anggito Abimanyu dalam pemberitaan Warta Ekonomi pada hari Kamis, 31 Oktober 2024 mengatakan: “Tujuan utama Danantara adalah untuk mengelola aset dan dana investasi, serta memperkuat daya tarik Indonesia di mata Investor global”. Dimana, sejatinya tujuan dari dibentuknya BPI Danantara adalah untuk memaksimalkan pengelolaan investasi dan memperkuat perekonomian nasional dengan konsolidasi aset dan pengelolaan yang lebih terpadu dengan cara menyatukan pengelolaan terhadap investasi dan dividen BUMN dalam sebuah badan yang bernama BPI Danantara. Akan tetapi, tujuan tersebut tidak diakomodir dengan baik oleh UU BUMN 2025.
Ketidakselarasan kewenangan ini salah satunya dapat diukur dari Menteri BUMN tetap memiliki wewenang dan tugas yang sangat luas untuk “mengatur arah BUMN” (Pasal 3B dan 3C UU BUMN 2025). Semestinya, jika benar tujuan utama pembentukan BPI Danantara guna melakukan efisiensi dan optimalisasi ekonomi di Indonesia sepatutnya BPI Danantara diberikan sebuah kewenangan khusus maupun diskresi khusus melakukan Pengelolaan BUMN sesuai dengan kebutuhan serta penilaian internal BPI Danantara, namun yang terjadi adalah BPI Danantara hanya diberikan sebagian kewenangan untuk mengelola BUMN dan sebagian kewenangannya berada di Menteri BUMN (Pasal 3D ayat (1) UU BUMN 2025), dimana sebagian kewenangan yang dimiliki oleh BPI Danantara terbatas pada “Penyetujuan”; “Pengelolaan Dividen” dan “Pengesahan” (Pasal 3E UU BUMN 2025).
Polemik Independensi BPI Danantara
Terbatasnya kewenangan yang dimiliki oleh BPI Danantara dalam UU BUMN 2025 membuat Badan tersebut tampak seperti tidak memiliki independensi dalam membuat keputusan, melihat berbagai ketentuan yang diuraikan dalam UU BUMN 2025 antara lain tidak terbatas pada:
- Kewenangan dan Tugas Menteri BUMN sangat luas yang membatasi ruang lingkup bergeraknya BPI Danantara – Pasal 3C;
- BPI Danantara diawasi oleh Menteri BUMN padahal BPI Danantara memiliki tanggung jawab langsung dibawah Presiden – Pasal 3D ayat (3) dan (4);
- Menteri BUMN menempatkan Perwakilannya di BPI Danantara – Pasal 3D ayat (5);
- Menteri BUMN menjadi Ketua (merangkap Anggota) Dewan Pengawas dalam BPI Danantara – Pasal 3M;
- Perwakilan Kementerian Keuangan dan Pejabat Negara/Pihak Lain yang ditunjuk oleh Presiden sebagai Anggota Dewan Pengawas dalam BPI Danantara – Pasal 3M;
- Dewan Pengawas, memiliki kewenangan yang lebih luas daripada sekedar “mengawasi”, contohnya seperti kewenangan untuk “memberhentikan sementara Anggota Badan Pelaksana” – Pasal 3O;
- Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, namun dapat diberhentikan sementara oleh Dewan Pengawas – Pasal 3R ayat (3) jo. Pasal 3O ayat (2) huruf h;
- Dewan Pengawas memohon kepada Presiden untuk memberhentikan Anggota Badan Pelaksana yang diberhentikan sementara oleh Dewan Pengawas – Pasal 3T ayat (4);
- Menteri BUMN melakukan Pembinaan dan Pengawasan terhadap BPI Danantara – Pasal 3AA ayat (2);
Berdasarkan uraian diatas, dapat dinilai bahwa BPI Danantara tidak memiliki kewenangan dan/atau independensi yang komprehensif ketika melakukan pengelolaan terhadap BUMN guna memaksimalkan pengelolaan investasi dan memperkuat perekonomian nasional. Menjadi lebih tepat apabila BPI Danantara tidak hanya sebatas menjadi badan yang notabene merupakan perpanjangan tangan yang hanya menerima pelimpahan sebagian tugas dan kewenangan Menteri BUMN.
Kewenangan BPI Danantara rasanya perlu diperluas lagi, dimana BPI Danantara memiliki kewenangan untuk merancang roadmap kebijakan dalam pengelolaan BUMN. Dengan diperluasnya kewenangan BPI Danantara, maka badan tersebut diharapkan tidak hanya sebatas menjadi “executor”, melainkan juga dapat menjadi “designer” yang independen untuk melangsungkan pengelolaan BUMN.
Independensi menjadi sebuah tameng yang sangat penting bagi BPI Danantara untuk menjalankan kewenangannya, dimana Badan tersebut diberikan amanah yang besar oleh Undang-Undang untuk melakukan Pengelolaan BUMN sebagaimana telah tertera dalam Pasal 3E UU BUMN 2025. Layaknya manusia, BPI Danantara tentunya baru dapat menjalankan pengelolaan BUMN secara maksimal apabila badan tersebut diberikan kebebasan dan kreativitas tersendiri dalam pengambilan keputusan, pemecahan masalah, serta tata cara untuk mengelola BUMN. Sementara, jika BPI Danantara dalam menjalankan kewenangannya tidak memiliki independensi, tentunya akan menghambat BUMN untuk menghadapi respons pasar yang cenderung fluktuatif. Apabila BUMN tidak tepat dalam menghadapi situasi pasar, mengakibatkan bisnis yang dikelola oleh BUMN akan cenderung stuck di tempat bahkan mengalami kelesuan.
Mekanisme Pengelolaan BUMN oleh BPI Danantara
Mekanisme Pengelolaan BUMN oleh BPI Danantara, berdasarkan Pasal 3AB ayat (1) UU BUMN 2025 akan diatur lebih lanjut oleh Peraturan Pemerintah namun secara garis besar sebenarnya Pengelolaan BUMN oleh BPI Danantara lebih memiliki titik fokus untuk mengelola aset negara secara lebih optimal.
Pada tahap awal beroperasi, BPI Danantara akan menaungi 7 (tujuh) BUMN dengan total nilai aset kelola sebesar Rp 9.085 triliun yang meliputi sektor Perbankan, Tenaga Listrik, Minyak dan Gas, serta Telekomunikasi. Sementara, untuk sektor lainnya akan dikelola secara bertahap oleh BPI Danantara sekaligus menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai operasional dari BPI Danantara.
Dengan dikelolanya big holding company BUMN oleh BPI Danantara maka sudah sewajarnya dalam proses pengelolaan tersebut diperlukan independensi. Pengelolaan BUMN oleh BPI Danantara yang memiliki independensi dan terbebas dari intervensi politik akan memiliki potensi besar untuk membantu berjalannya roda perekonomian di Indonesia dikarenakan BPI Danantara melakukan manajemen terhadap investasi serta dividen dari BUMN.
Perbandingan BPI Danantara dengan Badan serupa di Singapura
Di Singapura, terdapat Badan sejenis BPI Danantara yang bernama Temasek yang didirikan oleh Pemerintah Singapura pada Tahun 1974. Temasek merupakan perusahaan pengelola investasi yang independen dan profesional yang mengelola aset-asetnya untuk tujuan komersial. Temasek didirikan untuk memaksimalkan keuntungan sekaligus menggantikan peran dari Kementerian Keuangan yang sebelumnya menjadi pengelola aset dan penentu kebijakan investasi dari BUMN. Dengan terbentuknya Temasek, Menteri Keuangan hanya sebatas menjadi pemegang saham untuk BUMN saja, dimana untuk pengelolaan aset terhadap BUMN, semuanya diurus oleh Temasek secara mandiri. Bahkan, Temasek sendiri dijadikan sebagai Perusahaan Swasta yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Singapura untuk kepentingan pengelolaan portofolio investasi Singapura.
Selain Temasek, terdapat 2 (dua) pengelola aset keuangan Pemerintah Singapura, yakni Monetary Authority of Singapore (“MAS”) dan Government of Singapore Investment Corporation (“GIC”) yang semuanya berdiri sendiri secara independen, tanpa terdapat intervensi politik dari birokrasi pemerintahan. GIC dipercaya untuk mengelola investasi berjangka panjang, Temasek untuk investasi jangka menengah, dan MAS untuk investasi jangka pendek. Ketiga lembaga di Singapura tersebut mampu mengakumulasikan modal yang menjadi tabungan Singapura, dimana total aset yang dipegang oleh ketiganya telah mencapai lebih dari US$ 2 Triliun.
Dengan demikian, BPI Danantara seyogyanya menjadi badan yang independen dan terbebas dari intervensi politik guna memaksimalkan pengelolaan BUMN serta memberikan dampak ekonomi yang baik bagi Indonesia. Selain itu, semestinya terdapat parameter pemisahan kewenangan yang jelas antara BPI Danantara dengan Menteri BUMN melalui Peraturan Pemerintah.
***
Oleh: Salsa Nabila Hardafi dan Kevin Tedjakusuma
Telah Publish di website Media Justitia
https://www.mediajustitia.com/publikasi/opini/bpi-danantara-terperangkap-masalah-independensi-karena-simpang-siur-kewenangan-bisa-bertahan-atau-gagal/